Artikel

Rasa Tertekan Dilepas Sinusitis Amblas

1 Oktober 2021
Oleh: Inggit Luimenta, SE., CHt®️
Rasa Tertekan Dilepas Sinusitis Amblas

Seorang ibu bernama Ailie yang tinggal di Sumatera Utara pada awal Februari 2014, mulai mengalami gejala pilek. Awalnya Ailie merasa pileknya hanya sebagai gangguan sakit biasa, dan pilek merupakan penyakit yang mudah disembuhkan dengan obat-obatan yang ada di warung. Namun hingga berjalan beberapa bulan, pilek yang diderita Ailie tak kunjung sembuh dan malah kemudian membuatnya susah bernafas. 

Menurut wanita berusia 42 tahun ini, kegiatan berat yang dilakukannya di rumah sehari-hari sebetulnya hanya mencuci piring. Namun kegiatan itu sudah membuat kondisinya lelah amat sangat. “Setiap kali selesai mencuci piring, sakitnya terasa seperti baru mengangkat bongkahan besi,” cerita Ailie. 

Semakin hari kondisi Ailie bertambah buruk, hingga dia melakukan medical check up ke Penang di awal Juli 2014. Oleh dokter di sana Ailie divonis mengalami penyakit sinusitis maxillary. Dalam bahasa awam, penyakit ini menunjukkan pipi kiri Ailie penuh dengan lendir. 

Akibat kondisi tersebut, Ailie mengambil keputusan melakukan operasi laser untuk mengeluarkan lendir yang mulai mengental pada pipi kirinya. Sebulan kemudian Ailie kembali melakukan medical check up yang kedua kalinya ke Penang. Memang, kali ini dokter mengatakan kondisinya sudah semakin membaik. Akan tetapi, hidung Ailie masih sering mengeluarkan ingus, bahkan bisa berkepanjangan hingga berhari-hari. 

Sudah berbulan-bulan lamanya Ailie melewati hari-harinya dengan kondisi hidung selalu mengeluarkan ingus, meski sebenarnya wanita ini merasa cukup lega karena nafasnya tidak lagi sesak, alias sudah lebih nyaman. 

Namun demikian Ailie tidak berencana melakukan medical check up lanjutan, mengingat biaya yang dikeluarkan untuk pergi ke Penang tidak sedikit. Yang bisa dilakukan Ailie hanya bisa mencoba untuk pasrah kepada Tuhan, menjalani hidup apa yang ditunjuk Tuhan dan tidak lupa untuk selalu bersyukur.

Di tengah keputusasaan yang menyamar sebagai kepasrahan, Ailie masih merasa sangat penasaran terhadap penyakit yang tak kunjung sembuh itu, hingga kemudian ia mencari alternatif penyembuhan dengan menjalani metode hipnoterapi.

 

Tekanan Keluarga Suami

Tidak mudah membawa Ailie masuk ke kondisi hipnosis.  Ia mengalami kesulitan untuk rileks karena hidungnya yang terus mengeluarkan ingus, menyebabkan perhatiannya mudah buyar. Seringkali Ailie harus membersihkan hidungnya agar dapat bernafas. Namun dengan teknik tertentu ia dapat dibawa masuk ke kedalaman rileksasi yang diperlukan. 

Pada konseling awal Ailie mengaku mudah sekali tersulut emosinya. Tentu bukan tanpa sebab. Selama ini diam-diam dia menyimpan ganjalan di dalam hatinya. 

Pada sesi terapi pikiran bawah sadar Ailie mengungkapkan sebuah kejadian yang menjadi penyebab timbulnya penyakit sinusitis ini. Rupanya sejak menikah, selama satu tahun pertama Ailie mendapat tekanan dari suami maupun pihak keluarga suami, terutama tekanan papa mertua dan kakak iparnya. 

Tekanan yang makin lama terasa makin berat itu dibiarkan terus menumpuk, karena dia  enggan menceritakannya kepada orang lain, bahkan kepada orang tuanya sendiri. “Saya tidak ingin memberi beban kepada orang lain,” ungkapnya. Tekanan itulah yang selanjutnya oleh tubuh Ailie dimunculkan sebagai gejala penyakit Sinusitus Maxillary.

Karena itu saya membimbingnya dengan teknik tertentu agar Ailie dapat melepaskan semua emosi yang dirasakannya sebagai beban. Syukurlah bawah sadarnya mau bekerjasama dengan baik. Maka terapi pertama yang dijalani pada September 2015 itu telah memberikan perubahan positif. Ailie mulai merasakan dirinya lebih tenang dan pikirannya pun lebih rileks, meskipun masih menyisakan sedikit ingus yang mengganggu.

Oktober 2015, terapi kedua kembali dilakukan. Ailie perlahan mulai melepas tekanan dan dendam yang sudah lama tersimpan di dalam dirinya. Di masa lalu ia menganggap bahwa  kebencian adalah hukuman yang pantas bagi orang-orang yang jahat. Namun ketika  bisa melihat persoalan dengan tenang, Ailie menyadari bahwa ternyata kebencian yang ia pelihara itu telah menyakiti dirinya sendiri. 

Karena Ailie mengasihi dan mencintai dirinya sendiri, maka ia pun dengan tulus melepaskan kebencian itu dan bertukar dengan pengampunan. Ailie bahkan dengan penuh ketulusan mulai belajar kembali mengasihi suaminya. Dari hipnoanalisis yang dilakukan, Ailie dapat memahami bahwa sesungguhnya sang suami juga mendapat tekanan yang sama dari ayah dan saudarinya.  

Dengan kesadaran baru yang dialaminya, Ailie mampu mengampuni semua sikap dan perilaku keluarga suami. Dia memaklumi bahwa semua itu terjadi tanpa maksud yang jahat. Maka dengan mudah ia menganggap mereka juga adalah orang tua dan saudarinya sendiri. Ailie pun semakin percaya pada proses perubahan dalam hidupnya. 

Usai menjalani terapi, Ailie merasa lebih tenang, dan yang sangat menyenangkan ingus yang dulu selalu mengganggunya kini sudah lenyap entah kemana. Benar-benar sudah normal kembali. 

Saat bertemu dengan keluarga suami, Ailie juga merasa nyaman. Rasa nyaman yang ia rasakan sama seperti suasana ketika berkumpul dengan keluarga Ailie sendiri. Bisa ngobrol, bercanda disertai tawa yang memang sangat diidamkannya selama ini. 

Suami Ailie pun berubah total, seperti menjalani hidup baru. Apalagi setelah ikut workshop Quantum Life Transformation (QLT) yang digelar oleh Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology pada Desember 2015 lalu. Sosok yang dulu pendiam dan kurang percaya diri sudah berani tampil sebagai singer dan liturgis dalam pelayanan di gereja. 

 

Kini Ailie merasakan betapa hidupnya berlimpah berkah, dan ia sangat bersyukur dapat membina kembali kerjasama dalam keluarga, pekerjaan maupun pelayanan di rumah Tuhan. Amin.

_PRINT